Rabu, 08 Juni 2011

Korupsi

Indeks persepsi korupsi di 2009. Semakin hijau menunjukkan tingkat korupsi semakin rendah; sedangkan semakin merah menunjukkan semakin tinggi tingkat korupsi sebuah negara
Korupsi (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok). Secara harfiah, korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politikus|politisi maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka.[1]
Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar mencakup unsur-unsur sebagai berikut:
  • perbuatan melawan hukum;
  • penyalahgunaan kewenangan, kesempatan, atau sarana;
  • memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi;
  • merugikan keuangan negara atau perekonomian negara;
Selain itu terdapat beberapa jenis tindak pidana korupsi yang lain, di antaranya:
  • memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan);
  • penggelapan dalam jabatan;
  • pemerasan dalam jabatan;
  • ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara);
  • menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara).
Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah|pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya. Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, dimana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali.
Korupsi yang muncul di bidang politik dan birokrasi bisa berbentuk sepele atau berat, terorganisasi atau tidak. Walau korupsi sering memudahkan kegiatan kriminal seperti penjualan narkotika, pencucian uang, dan prostitusi, korupsi itu sendiri tidak terbatas dalam hal-hal ini saja. Untuk mempelajari masalah ini dan membuat solusinya, sangat penting untuk membedakan antara korupsi dan kriminalitas|kejahatan.
Tergantung dari negaranya atau wilayah hukumnya, ada perbedaan antara yang dianggap korupsi atau tidak. Sebagai contoh, pendanaan partai politik ada yang legal di satu tempat namun ada juga yang tidak legal di tempat lain.

Kondisi yang mendukung munculnya korupsi

  • Konsentrasi kekuasan di pengambil keputusan yang tidak bertanggung jawab langsung kepada rakyat, seperti yang sering terlihat di rezim-rezim yang bukan demokratik.
  • Kurangnya transparansi di pengambilan keputusan pemerintah
  • Kampanye-kampanye politik yang mahal, dengan pengeluaran lebih besar dari pendanaan politik yang normal.
  • Proyek yang melibatkan uang rakyat dalam jumlah besar.
  • Lingkungan tertutup yang mementingkan diri sendiri dan jaringan "teman lama".
  • Lemahnya ketertiban hukum.
  • Lemahnya profesi hukum.
  • Kurangnya kebebasan berpendapat atau kebebasan media massa.
  • Gaji pegawai pemerintah yang sangat kecil.
mengenai kurangnya gaji atau pendapatan pegawai negeri dibanding dengan kebutuhan hidup yang makin hari makin meningkat pernah di kupas oleh B Soedarsono yang menyatakan antara lain " pada umumnya orang menghubung-hubungkan tumbuh suburnya korupsi sebab yang paling gampang dihubungkan adalah kurangnya gaji pejabat-pejabat....." namun B Soedarsono juga sadar bahwa hal tersebut tidaklah mutlak karena banyaknya faktor yang bekerja dan saling memengaruhi satu sama lain. Kurangnya gaji bukanlah faktor yang paling menentukan, orang-orang yang berkecukupan banyak yang melakukan korupsi. Namun demikian kurangnya gaji dan pendapatan pegawai negeri memang faktor yang paling menonjol dalam arti merata dan meluasnya korupsi di Indonesia, hal ini dikemukakan oleh Guy J Parker dalam tulisannya berjudul "Indonesia 1979: The Record of three decades (Asia Survey Vol. XX No. 2, 1980 : 123). Begitu pula J.W Schoorl mengatakan bahwa " di Indonesia di bagian pertama tahun 1960 situasi begitu merosot sehingga untuk sebagian besar golongan dari pegawai, gaji sebulan hanya sekadar cukup untuk makan selama dua minggu. Dapat dipahami bahwa dalam situasi demikian memaksa para pegawai mencari tambahan dan banyak diantaranya mereka mendapatkan dengan meminta uang ekstra untuk pelayanan yang diberikan". ( Sumber buku "Pemberantasan Korupsi karya Andi Hamzah, 2007)
  • Rakyat yang cuek, tidak tertarik, atau mudah dibohongi yang gagal memberikan perhatian yang cukup ke pemilihan umum.
  • Ketidakadaannya kontrol yang cukup untuk mencegah penyuapan atau "sumbangan kampanye".

Dampak negatif

Demokrasi

Korupsi menunjukan tantangan serius terhadap pembangunan. Di dalam dunia politik, korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik (good governance) dengan cara menghancurkan proses formal. Korupsi di pemilihan umum dan di badan legislatif mengurangi akuntabilitas dan perwakilan di pembentukan kebijaksanaan; korupsi di sistem pengadilan menghentikan ketertiban hukum; dan korupsi di pemerintahan publik menghasilkan ketidak-seimbangan dalam pelayanan masyarakat. Secara umum, korupsi mengkikis kemampuan institusi dari pemerintah, karena pengabaian prosedur, penyedotan sumber daya, dan pejabat diangkat atau dinaikan jabatan bukan karena prestasi. Pada saat yang bersamaan, korupsi mempersulit legitimasi pemerintahan dan nilai demokrasi seperti kepercayaan dan toleransi.

Ekonomi

Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dan mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan.
Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat distorsi dan ketidak efisienan yang tinggi. Dalam sektor privat, korupsi meningkatkan ongkos niaga karena kerugian dari pembayaran ilegal, ongkos manajemen dalam negosiasi dengan pejabat korup, dan risiko pembatalan perjanjian atau karena penyelidikan. Walaupun ada yang menyatakan bahwa korupsi mengurangi ongkos (niaga) dengan mempermudah birokrasi, konsensus yang baru muncul berkesimpulan bahwa ketersediaan sogokan menyebabkan pejabat untuk membuat aturan-aturan baru dan hambatan baru. Dimana korupsi menyebabkan inflasi ongkos niaga, korupsi juga mengacaukan "lapangan perniagaan". Perusahaan yang memiliki koneksi dilindungi dari persaingan dan sebagai hasilnya mempertahankan perusahaan-perusahaan yang tidak efisien.
Korupsi menimbulkan distorsi (kekacauan) di dalam sektor publik dengan mengalihkan investasi publik ke proyek-proyek masyarakat yang mana sogokan dan upah tersedia lebih banyak. Pejabat mungkin menambah kompleksitas proyek masyarakat untuk menyembunyikan praktek korupsi, yang akhirnya menghasilkan lebih banyak kekacauan. Korupsi juga mengurangi pemenuhan syarat-syarat keamanan bangunan, lingkungan hidup, atau aturan-aturan lain. Korupsi juga mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan dan infrastruktur; dan menambahkan tekanan-tekanan terhadap anggaran pemerintah.
Para pakar ekonomi memberikan pendapat bahwa salah satu faktor keterbelakangan pembangunan ekonomi di Afrika dan Asia, terutama di Afrika, adalah korupsi yang berbentuk penagihan sewa yang menyebabkan perpindahan penanaman modal (capital investment) ke luar negeri, bukannya diinvestasikan ke dalam negeri (maka adanya ejekan yang sering benar bahwa ada diktator Afrika yang memiliki rekening bank di Swiss). Berbeda sekali dengan diktator Asia, seperti Soeharto yang sering mengambil satu potongan dari semuanya (meminta sogok), namun lebih memberikan kondisi untuk pembangunan, melalui investasi infrastruktur, ketertiban hukum, dan lain-lain. Pakar dari Universitas Massachussetts memperkirakan dari tahun 1970 sampai 1996, pelarian modal dari 30 negara sub-Sahara berjumlah US $187 triliun, melebihi dari jumlah utang luar negeri mereka sendiri. [1] (Hasilnya, dalam artian pembangunan (atau kurangnya pembangunan) telah dibuatkan modelnya dalam satu teori oleh ekonomis Mancur Olson). Dalam kasus Afrika, salah satu faktornya adalah ketidak-stabilan politik, dan juga kenyataan bahwa pemerintahan baru sering menyegel aset-aset pemerintah lama yang sering didapat dari korupsi. Ini memberi dorongan bagi para pejabat untuk menumpuk kekayaan mereka di luar negeri, di luar jangkauan dari ekspropriasi di masa depan.

Kesejahteraan umum negara

Korupsi politis ada di banyak negara, dan memberikan ancaman besar bagi warga negaranya. Korupsi politis berarti kebijaksanaan pemerintah sering menguntungkan pemberi sogok, bukannya rakyat luas. Satu contoh lagi adalah bagaimana politikus membuat peraturan yang melindungi perusahaan besar, namun merugikan perusahaan-perusahaan kecil (SME). Politikus-politikus "pro-bisnis" ini hanya mengembalikan pertolongan kepada perusahaan besar yang memberikan sumbangan besar kepada kampanye pemilu mereka.

Bentuk-bentuk penyalahgunaan

Korupsi mencakup penyalahgunaan oleh pejabat pemerintah seperti penggelapan dan nepotisme, juga penyalahgunaan yang menghubungkan sektor swasta dan pemerintahan seperti penyogokan, pemerasan, campuran tangan, dan penipuan.

Penyogokan: penyogok dan penerima sogokan

Korupsi memerlukan dua pihak yang korup: pemberi sogokan (penyogok) dan penerima sogokan. Di beberapa negara, budaya penyogokan mencakup semua aspek hidup sehari-hari, meniadakan kemungkinan untuk berniaga tanpa terlibat penyogokan.
Negara-negara yang paling sering memberikan sogokan pada umumnya tidak sama dengan negara-negara yang paling sering menerima sogokan.
Duabelas negara yang paling kurang korupsinya, menurut survey persepsi (anggapan ttg korupsi oleh rakyat) oleh Transparansi Internasional di tahun 2001 adalah sebagai berikut:
Menurut survei persepsi korupsi , tigabelas negara yang paling korup adalah:
Namun demikian, nilai dari survei tersebut masih diperdebatkan karena ini dilakukan berdasarkan persepsi subyektif dari para peserta survei tersebut, bukan dari penghitungan langsung korupsi yg terjadi (karena survey semacam itu juga tidak ada)

Sumbangan kampanye dan "uang haram"

Di arena politik, sangatlah sulit untuk membuktikan korupsi, namun lebih sulit lagi untuk membuktikan ketidakadaannya. Maka dari itu, sering banyak ada gosip menyangkut politisi.
Politisi terjebak di posisi lemah karena keperluan mereka untuk meminta sumbangan keuangan untuk kampanye mereka. Sering mereka terlihat untuk bertindak hanya demi keuntungan mereka yang telah menyumbangkan uang, yang akhirnya menyebabkan munculnya tuduhan korupsi politis.

Tuduhan korupsi sebagai alat politik

Sering terjadi dimana politisi mencari cara untuk mencoreng lawan mereka dengan tuduhan korupsi. Di Republik Rakyat Cina, fenomena ini digunakan oleh Zhu Rongji, dan yang terakhir, oleh Hu Jintao untuk melemahkan lawan-lawan politik mereka.

Mengukur korupsi

Mengukur korupsi - dalam artian statistik, untuk membandingkan beberapa negara, secara alami adalah tidak sederhana, karena para pelakunya pada umumnya ingin bersembunyi. Transparansi Internasional, LSM terkemuka di bidang anti korupsi, menyediakan tiga tolok ukur, yang diterbitkan setiap tahun: Indeks Persepsi Korupsi (berdasarkan dari pendapat para ahli tentang seberapa korup negara-negara ini); Barometer Korupsi Global (berdasarkan survei pandangan rakyat terhadap persepsi dan pengalaman mereka dengan korupsi); dan Survei Pemberi Sogok, yang melihat seberapa rela perusahaan-perusahaan asing memberikan sogok. Transparansi Internasional juga menerbitkan Laporan Korupsi Global; edisi tahun 2004 berfokus kepada korupsi politis. Bank Dunia mengumpulkan sejumlah data tentang korupsi, termasuk sejumlah Indikator Kepemerintahan.

Bedah Gerakan Sesat NII Gadungan!



Image : ist.
Image : ist.
BANDUNG - Sekira 1.000 massa lebih dari berbagai kalangan umat Islam menghadiri acara "Bedah Gerakan Sesat NII Gadungan", yang digelar Forum Ulama Umat (FUU) Indonesia, di Masjid Al Fajr, Bandung, Jawa Barat, Sabtu (30/4/2011).

Massa yang hadir datang dari berbagai kalangan, seperti perwakilan dari sekolah-sekolah tingkat SMA, aktivis Islam dari berbagai organisasi, perwakilan perguruan tinggi, dan lainnya.

Narasumber diskusi publik di antaranya ketua FUUI Atian Ali, Sekjen FUUI Hedi Muhammad, mantan aktivis NII KW 9 Hermawan, dengan moderator Bambang Sumantri (Sekertaris FUUI).

Diskusi juga menyajikan pengalaman guru SMA dan masjid kampus. Di antaranya Ahmad Solihin, guru salah satu SMA swasta di Bandung.

Ahmad menuturkan, di sekolahnya sudah ada gerakan perekrutan NII. Awalnya dilakukan oleh alumni SMA yang sudah ikut. Namun kegiatannya berbaur dengan murid lain yang juga suka mentoring. Dia ingin FUUI masuk ke sekolah-sekolah untuk sosialisasikan gerakan sesat NII.

"Rekruitmen NII di sekolah telah terjadi di Kota Bandung. Saya mohon ke FUUI beri penjelasan ciri gerak sesat. Jangan sampe yang terjadi di kami terjadi juga di sekolah-sekolah lain," ungkap Ahmad.

Guru agama dari salah satu SMA Negeri 6 Bandung juga mengungkapkan pengalaman yang sama. Di sekolahnya, gerakan NII masuk ke organisasi-organisasi seperti OSIS, Paskibra, dan DKM.

"Ciri anak yang masuk NII di sekolah kami, dia ingin ditempatkan sebagai bendahara. Lalu mereka menempati bendahara Osis, Paskibra, dan DKM. Namun 10 persen kas organisasi tersebut hilang. Katanya untuk barang keperluan organisasi. Tapi buktinya ga asa," papar guru tersebut.

Mereka juga gelar mentoring Lembaga Dakwah Kepemimpinan Islam (LDKI). LDKI dipimpin oleh alumni yang masuk sekolah. "Alumni tersebut dilakukan teman alumni yang masuk NII. Mereka memilih anak yang pintar dan dan aktif di DKM," tuturnya.(rhs)

Malangbong



Malangbong
—  Kecamatan  —
Negara  Indonesia
Provinsi Jawa Barat
Kabupaten Garut
Pemerintahan
 - Camat -
Luas - km²
Jumlah penduduk -
Kepadatan - jiwa/km²
Desa/kelurahan -
Jembatan kereta api di atas sungai Ciherang dekat Malangbong (tahun 1890-1917)
Pengolahan singkong dekat Malangbong di tahun 1925-1935
Malangbong adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat, Indonesia.

Daftar isi

[sembunyikan]

Pemerintahan

Alamat Kantor Kecamatan : Jl. Raya Malangbong Telp. (0262) 421019 Garut
STRUKTUR ORGANISASI Struktur Organisasi Kecamatan terdiri dari : Camat Drs. Nandang Sulaksana, M.Si, Sekertaris Camat Drs. Odih Supriatna, Seksi Pemerintahan I. Sudirman, Seksi Ekonomi dan Pembangunan Poniran Prayogi, Seksi Ketentraman dan Ketertiban Drs. Asep Tatang. J, Seksi Pendidikan dan Kesehatan Wadi Gunawan, Seksi Sosial dan Kesejahteraan Rakyat.
TUGAS POKOK DAN FUNGSI a. Camat : Camat mempunyai tugas dan fungsi melaksanakan kewenangan pemerintahan yang dilimpahkan oleh Bupati;
b. Sekretariat : • Sekretariat Kecamatan dipimpin oleh seorang Sekretaris yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada Camat; • Sekretaris Kecamatan mempunyai tugas membantu Camat dalam melaksanakan tugas penyelenggaraan pemerintahan dan memberikan pelayanan administrasi kepada seluruh perangkat/aparatur Kecamatan.
c. Seksi Pemerintahan : Seksi Pemerintahan mempunyai tugas membantu Camat dalam menyiapkan bahan perumusan kebijakan, pelaksanaan, evaluasi dan pelaporan urusan pemerintahan dan Pertanahan;
d. Seksi Ekonomi dan Pembangunan : Seksi Ekonomi dan Pembangunan mempunyai tugas membantu Camat dalam menyiapkan bahan perumusan kebijakan, pelaksanaan, evaluasi dan pelaporan urusan Ekonomi dan Pembangunan;
e. Seksi Ketentraman dan Ketertiban : Seksi Ketentraman dan ketertiban umum mempunyai tugas membantu Camat dalam menyiapkan bahan perumusan kebijakan, pelaksanaan, evaluasi dan pelaporan urusan ketentraman dan ketertiban umum;
f. Seksi Pendidikan dan Kesehatan : Seksi Pendidikan dan Kesehatan mempunyai tugas membantu Camat dalam menyiapkan bahan perumusan kebijakan, pelaksanaan, evaluasi dan pelaporan urusan Pendidikan dan Kesehatan;
g. Seksi Sosial dan Kesejahteraan Rakyat : Seksi Sosial dan Kesejahteraan Rakyat mempunyai tugas membantu Camat dalam menyiapkan bahan perumusan kebijakan, pelaksanaan, evaluasi dan pelaporan urusan Sosial dan Kesejahteraan Rakyat
h. Kelompok Jabatan Fungsional : Bagan Struktur Organisasi Kecamatan sebagaimana tercantum dalam Lampiran I Peraturan Daerah ini.

Geografi

Jarak ke Ibukota Kabupaten Garut : 46 KM. Luas Wilayah Kecamatan  : 9.238 Ha.
Proporsi Wilayah Menurut Penggunaan Lahan : Penggunaan Proporsi Perkampungan 12%, Industri 0%, Pertambangan 0%, Pesawahan 24%, Tegalan/Kering Semusim 30%, Kebun Campuran 18%, Perkebunan 0%, Padang Semak 0%, Hutan 14%, Perairan Darat 0%, Lain-Lain 2%.
Administratif : Batas Wilayah Asministratif : Kab. Sumedang , Kab. Tasikmalaya , Karangtengah, Sukawening , Selaawi, Kersamanah.

[sunting] Demografi

Demografi : Uraian Keterangan Jumlah Penduduk (Jiwa)  : 119.072. - Penduduk Laki-laki (Jiwa/%) : 61.141, - Penduduk Perempuan (Jiwa/%) : 57.931.
Laju Pertambahan Penduduk (LPP) : 1,64.
Jumlah Rumah Tangga : 24.737.
Kepadatan Penduduk - Jiwa per km2  : 1 199,42. - Jiwa per Desa  : 4 817.
Mata Pencaharian : Agribisnis, Perdagangan. Agama Islam  : 107.397.
Sumber Daya Alam  : Sektor Uraian Pertanian : Padi, Petai, Ubi Kayu, Sawo, Melinjo, Pisang, Jagung. Peternakan Ternak Besar  : 14.867, Unggas : 97.250, Kehutanan - Perkebunan  : Cengkeh, Kopi, Kunir, Teh, Perikanan (Produksi 2003): 356,81.
Sarana Pendidikan : Tingkat Sekolah TK 5, RA 14, SD 85, MI 12, SLTP 5, MTs 9, SMU 1, MA 2,
Sarana Kesehatan : Fasilitas Kesehatan Jumlah Puskesmas DTP -, Puskesmas Lengkap 2, Puskesmas Pembantu 5, Puskesmas Keliling 1, Balai Pengobatan 5, BKIA 2, Apotek 1, Toko Obat -

Kelurahan/desa

  1. Barudua
  2. Bunisari
  3. Campaka
  4. Cibunar
  5. Cihaurkuning
  6. Cikarag
  7. Cilampuyang
  8. Cinagara
  9. Cisitu
  10. Citeras
  11. Karangmulya
  12. Kutanagara
  13. Lewobaru
  14. Malangbong
  15. Mekarasih
  16. Mekarmulya
  17. Sakawayana
  18. Sanding
  19. Sekarwangi
  20. Sukajaya
  21. Sukamanah
  22. Sukarasa
  23. Sukaratu